Aku mengulum senyum simpul diwajahku. Bibirku yang kering, terasa perih saat aku memaksa kan menarik bibirku ke atas. Aku tak mau Bella tau kalau aku sedang merasa benar-benar kacau.
Aku bingung.
Rio, Rio tidak seperti yang aku kenal. Donny ,
Donny yang hampir memudar. Aku takut, aku terus memoleskan kuas agar
warna itu tetap cerah dihatiku agar bayang Donny tidak memudar dan
menjadi kusam..
Tapi aku tidak bisa menyembunyikan kemunafikanku. Aku tidak bisa memilih antara Rio dan Donny.
Aku terduduk dibangkuku, disebelah bangku Bella.
Bibir ku tak berhenti menebar senyum. Mataku yang tampak sayu karena
habis menangis. Sudah aku kompres, agar tidak terlihat bengkak.
Aku tidak ingin menunjukan kelemahanku. Aku ingin semuanya tau, aku adalah seseorang yang selalu kuat dan bisa mengatasi masalah ku dengan baik.
Tanpa aku sadari, Azka memperhatikan aku. Dia tau ada yang berbeda dariku. Azka berjalan ke arah bangkuku lalu mengelus pundakku
“ Kenapa cha?”
Aku terlojak kaget, bagaimana dia bisa tau,
“Eh..Eh.. maksud kamu?” Azka tersenyum jahil dan mengedipkan matanya
“ Ciyee yang lagi galau, kamu tau Ari kan? Perasaan aku ke Ari sama dengan perasaan kamu ke Donny loh ”
Aku tersentak kaget.
Diotakku berkecamuk berbagai pertanyaan. Azka
bercerita banyak tentang Ari. Ari adalah sahabat baik Donny. Aku tidak
tau bagaimana dia bisa tau kalau aku memiliki perasaan lain terhadap
Donny.
Azka hanya tersenyum saat aku menanyakannya.
Entahlah tapi aku tidak begitu peduli bagaimana dia bisa tau. Aku
mengerang, letih sekali rasanya tidak menumpahkan sesuatu yang
mengganjal di hatiku .
Aku bercerita kecil. Aku tidak menangis, tapi Azka tau aku hanya menahan tangisku, bukan tidak menangis.
Rasanya legaaaa sekali.
Tapi tidak sedikit yang masih mengganjal. Aku tau ini sepertinya kedengaran bodoh. Tapi remaja seusiaku itu
masih labil, segala sesuatu masih dimasukkan ke dalam hati dan belum
bisa berfikir dewasa. Lagi-lagi aku menghela nafas panjang.
*****
Aku duduk di balkon kamarku. Sepertinya langit
malam ingin menghiburku, begitu banyak bintang bertebaran. Angin malam
kali ini begitu dingin , menusuk begitu dalam. Tapi entah mengapa aku
benar-benar merasa nyaman dalam keadaan seperti ini.
Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku .
Dan terdiam beberapa saat. Lalu mengaktifkan handphoneku yang sedari
tadi ku nonaktifkan.
Drrt drrrrt . Hanphoneku langsung bergetar. Rio, sms dari Rio.
“Hhhh….”
Aku mendesah panjang. Nafasku terasa begitu berat dan hangat. Perlahan aku membuka pesan singkat itu.
“Maaf” .
Hanya itu yang terlukis dilayar handphone ku. Aku tidak membalas pesan itu, tapi aku segera menekan nomor Azka.
Tuuut..tuuutt… tuuut
“ Halo halo hhh.. iya haloh..” suara Azka begitu memburu.
“Iya halo Azka, loh kamu kenapa?” untuk sepersekian detik, sunyi. Lalu terdengar lagi suara disebrang. Sepertinya dia sedang mencoba menenangkan dirinya.
“Cha, Ari Cha! Barusan nelfon gue, kenapa nomor lo dari tadi ga aktif ?? “
Aku tersenyum mendengarnya, belum menyadari ada nada kekhawatiran dalam suaranya.
“Loh bagus dong, adeuuh yang abis di telfon Ari “ kataku menggoda Azka
Terdengar suara disebrang sedang mengerang, menahan sebuah emosi, tetapi bukan rasa marah.
Aku mengernyitkan dahi.
“Azka,Azka, maksud kamu gimana sih?” Azka mendesah, suara tendengar sangat berat.
“Cha… kata Ari, Donny tabrakan…kritis cha ” aku
langsung menutup telefon. Membiarkannya jatuh dan tergeletak, setelah
menerima alamat rumah sakit.
***********
Aku memegang kepala ku dengan kedua tangan, rasanya
seperti seseorang memasukkan granat yang siap meledak ke dalam
kepalaku. Panik menerjang, aku berlari ke luar rumah dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhku. Aku menerobos masuk ke angkutan umum yang sangat sumpek.
Sekali lagi, AKU TIDAK PEDULI. Aku hanya ingin
cepat sampai dan melihat keadaan Donny, aku hanya ingin melihat dia
dengan keadaan yang baik baik saja.
Aku sunggunh menyesali kenapa bayangnya begitu cepat pudar di hatiku.
Macet macet ! Aku meremas kepalan tanganku, segera
aku keluar dari angkutan umum itu , memberikan semua uang yang aku bawa
kepada supir angkutan itu. Semua penumpang memandangku dengan aneh dan
heran.
Aku berlalu dan kembali berlari, membiarkan angin malam menyelimutiku dengan kebekuan. Hingga aku sampai di pekarangan rumah sakit.
Aku memasuki rumah sakit dengan tergesa gesa, nafasku tidak teratur .
“ Ada yang bisa saya bantu mba” suster cantik itu bertanya dengan hati hati.
“Donny sus, pasiennya hh..hhh Donny, ta-braka.. n”
suster itu mengerti, Donny memang pasien baru di rumah sakit ini dan
kebetulan suster itu adalah suster yang mengurus Donny.
Aku sampai didepan kamar rawat donny dan membuka
pintunya dengan paksa. Air bening dan hangat yang sedari tadi masih
mengalir melintasi pipiku, aku abaikan.
Orang tua Donny, Azka, Ari dan lainnya hanya
berdiri diam mengelilingi tempat tidur Donny. Azka sudah menceritakan
semuanya kepada orang tua Donny. Aku menyayangi Donny. Itu yang mereka
tau .
Donny terbaring di atas ranjang empuk itu, alat
bantu perafasan dan infus juga siap mendampinginya. Aku memegang tangan
Donny. Dingin sekali, denyut nadinya tampak lemah.
“Dia butuh donor” seorang dokter yang masih muda dan tampan mengagetkanku dengan suaranya.
“ Aku dok, akuu… periksaa akuu” teriakku histeris. Azka memelukku, mencoba memenangkan.
Dokter memeriksa keadaan ku ,darahku sesuai, lalu
sebuah jarum suntik melayang dan menusuk tanganku. Aku benci jarum
suntik, tapi rasa sakitku karena jarum ini terkalahkan sudah oleh rasa
sakitku melihat Donny terbaring sunyi. Aku mengembangkan senyum begitu dingin, hanya untuk sedikit menutupi kesedihanku.
Aku terdiam. Hanya diam dan memeluk lututku . Sesekali aku menengok ke arah Donny, menunggunya segera siuman.
Klek, seseorang membuka pintu.
“Bella?”
Bella tersenyum, dia tersenyum tipis dan menjelaskan, orang tuaku mencariku
“Ah iya, aku belum bilang ke mama” aku menggigit bibir,merasa bersalah.
“Tenang aja cha, aku udah jelasin ke ortu kamu,
mereka mengerti dan aku ditugasin buat ngejagain kamu hari ini” aku
langsung memeluk Bella.
********
“Keadaan Donny mulai membaik ” dokter muda itu mengembangkan senyum, namun tidak selebar senyumku.
Aku terus berdoa, aku harap Donny akan segera
sembuh. Hari ini aku tidak menunggu di rumah sakit, aku sudah cukup lega
mendengar kabar kalau keadaan Donny sudah membaik.
*****
Aku meloncat ke tempat tidur Bella. Hari ini aku
akan menginap. Ini akan menjadi hari yang menyenangkan bersama Bella.
Kabar baik lagi, Ari dan Azka jadian.
“Asiiiiiiiiiiiik” aku berteriak riang.
Aku dan Bella bercerita banyak hal sampai kami tertidur.
Kriiiing kriiiing ,
Pukul 2 subuh begini siapa sih yang gangguin kami tidur? Bella mengangkat telepon dan memasang muka khawatir.
Feeling buruk mulai berkecamuk, keringat dingin mengalir dipunggungku.
“Chaa.. donny koma..” kata Bella panik
**********
Aku naik ke mobil Bella , tak peduli dengan piyama
pinjaman Bella yang masih melekat ditubuh ku. Bella memacu mobilnya
dengan kecang.
Nafasku sesak, dan begitu sampai aku berlari
melewati koridor rumah sakit , rambut yang panjang dan di gerai lepas
mengembang seiring langkah ku.
BUK!!! Aku menabrak pintu ruang rawat donny. Pintu itu tebuka.
“Don… Donny…” aku meremas tanganku, berharap ini sebuah mimpi buruk dan mama akan segera membangunkan ku.
*Bersambung…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar